Rumaisha binti Milhan -Wanita yang Mulia karena Maharnya-
Assalaamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ayah bunda, pendidik dan pengasuh anak-anak di manapun Anda berada, selamat berjumpa lagi dengan kisah
Fahma. Semoga keberkahan menyertai kita semua dalam mengemban amanah mengasuh dan mendidik anak. Semoga kisah Fahma edisi ini bisa menjadi pilihan
untuk membelajarkan tentang nilai mulia kepada putera-puteri Anda sekalian. Selamat menyimak.
Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam mengabarkan
kepada Ummu Sulaim binti Milhan dengan sabdanya, “Aku (bermimpi) masuk surga
dan mendengar suara langkah orang berjalan di sana. Aku lalu bertanya kepada
malaikat, “Siapa itu?” Mereka menjawab, “Itu (Ummu Sulaim) Rumaisha binti Milhan, ibunya Anas bin Malik.”
Ketika Islam datang dibawa Muhammad Shallallahu ‘alaihi
wasallam, salah satu wanita Anshar menyambutnya dengan penuh keyakinan. Ia tidak menghiraukan beratnya
konsekuensi yang akan dihadapi dengan keyakinan barunya itu. Wanita itu adalah
Ummu Sulaim ar-Rumaisha binti Milhan. Cobaan pertama yang
dihadapinya datang dari suaminya yaitu Malik bin Nadhar. Saat itu Malik baru
pulang dari bepergian dan mengetahui keislaman istrinya. Malik bertanya dengan
marah, “Apakah engkau telah murtad?” Ummu Sulaim
menjawab, “Aku tidak murtad, tetapi justru aku telah beriman.”
Ummu Sulaim juga membimbing anaknya, Anas bin Malik, “Wahai Anas,
ucapkanlah Laa ilaaha
illallah, wa asyhadu anna muhammadar rasulullah.” Anas pun mengucapkannya. Mendengar itu, Malik
marah dan berkata, “Jangan engkau rusak anakku!” Ummu Sulaim menjawab, “Aku
tidak merusaknya. Bahkan aku mengajar dan mendidiknya.” Mendapati keteguhan
istrinya terhadap agama baru, Malik mengancam akan pergi meninggalkan rumah dan
tidak akan kembali, kecuali Ummu Sulaim kembali lagi
pada agamanya yang lama.
Saat Malik mendengar istrinya berulang-ulang mengucapkan kalimat
syahadat, Malik marah dan segera keluar dari rumahnya. Di tengah jalan, Malik
bertemu dengan musuh lamanya, Malik pun
dibunuhnya. Ketika berita kematian suaminya sampai ke telinganya, ia menerima
dengan ikhlas dan berkata, “Sungguh, aku tidak akan menyapih Anas sampai ia
sendiri berhenti menyusu, dan aku tidak akan menikah lagi, kecuali atas anjuran
Anas.”
Kemudian Ummu Sulaim dengan malu-malu menemui Rasulullah untuk
menyerahkan Anas agar diangkat sebagai pembantu Rasulullah. Rasulullah pun
menerima tawaran Ummu Sulaim tersebut. Rupanya tindakan Ummu Sulaim tersebut
menjadi perbincangan banyak orang. Sehingga sampailah beritanya kepada Abu Thalhah. Abu Thalhah menjadi kagum pada Ummu Sulaim lalu melamarnya
dengan membawa mahar yang banyak. Tetapi Ummu Sulaim tidak tertarik menerima
lamaran Abu Thalhah karena ia masih kafir.
Ummu Sulaim berkata, “Sesungguhnya tidak patut bagiku untuk menikah
orang musyrik. Tidakkah engkau tahu, wahai Abu Thalhah, bahwa tuhan-tuhan yang
kalian sembah itu dipahat oleh seorang budak? Jika kalian membakarnya,
tuhan-tuhan itu pasti akan hangus?” Abu Thalhah merasa sesak mendengar
penolakan Ummu Sulaim itu. Lalu esoknya ia datang lagi dengan membawa mahar
lebih banyak lagi.
Ummu Sulaim berkata, “Wahai Abu Thalhah, lamaran orang sepertimu tidak
pantas ditolak. Tetapi engkau masih kafir. Aku seorang muslimah. Aku tidak
halal menikah denganmu.” Abu Thalhah yang masih belum memahami maksud Ummu
Sulaim berkata,”Apakah engkau menginginkan emas permata dan intan berlian?”
Ummu Sulaim menjawab, “Aku tidak menginginkannya. Apabila engkau mau masuk
Islam, itulah mahar untukku. Aku tidak minta yang lain darimu.” Lalu mereka
menemui Rasulullah dan dengan hati yang mantap Abu Thalhah pun mengucapkan dua
kalimat syahadat.
Ummu Sulaim menoleh kepada Anas dengan perasaan sangat gembira dan
berkata, “Bangunlah wahai Anas, dan nikahkan Abu Thalhah denganku.” Anas lalu
menikahkan ibunya dengan Abu Thalhah dengan mahar keislaman Abu Thalhah.||
Sumber : Nisaa’ Haula Rasuul war Rodd ‘Alaa Muftaroyaatil Mustasyriqiin, karya Mahmud Mahdi Al Istanbuli wa Musthofa Abu Nashr Asy Syilby.
Comments
Post a Comment